Sabtu, 19 Oktober 2013

Upacara Ujungan



UPACARA UJUNGAN

Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai suku bangsa, budaya dan agama. Dari keanekaragaman tersebut terciptalah berbagai tradisi yang menjadi ciri khas di setiap daerah. Selain itu, Indonesia juga di kenal sebagai negara tropis yang memiliki dua musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Banyak orang yang beranggapan bahwa musim penghujan adalah musim yang membawa banyak berkah, karena hujan yang turun memberi berbagai kehidupan bagi makhluk hidup dan bisa juga digunakan untuk mengairi sawah. Namun sebaliknya, musim kemarau yang berkepanjangan dianggap sebagai musibah, karena sawah-sawah banyak yang kering karena tidak terairi dengan baik, hasil panenpun menjadi turun. Dari hal seperti inilah yang menjadikan munculnya berbagai ritual keagamaan yang menjadi tradisi di dalam masyarakat. Seperti yang terjadi di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan, Kabupaten Bnajarnegara, Jawa Tengah. Di Desa Gumelem Wetan terdapat tradisi yang diberi nama Ujungan, yaitu upacara meminta hujan kepada Yang Maha Kuasa melalui cara adu kesaktian antara para jawara dengan menggunakan senjata pemukul yang terbuat dari rotan yang diawali dengan tarian. Biasanya, ujungan dipentaskan tidak setiap tahun, hanya ketika menghadapi musim kemarau panjang.

Tradisi ini telah berlangsung secara turun temurun di Desa Gumelem Wetan. Menurut sejarah, tradisi ujungan berawal dari perkelahian antara petani di Desa Gumelem Wetan yang memperebutkan air saat musim kemarau panjang. Oleh karena itu diadakanlah upacara mujung yang berarti memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi hujan sehingga perselisihan tersebut dapat berakhir. Upacara mujung ini selanjutnya lebih dikenal dengan upacara ujungan. Meskipun terjadi kemarau yang panjang, namun masyarakat tidak bisa seenaknya menggelar upacara ujungan tersebut, mereka harus bermusyawarah dahulu dnegan para tetua adat. Upacara ujunga digambarkan sebagai dua jago atau dua pemain yang ditunjuk secara langsung oleh tetua adat tanpa adanya persiapan. Kemudian, kedua orang tersebut saling beradu pukul dengan rotan dan diiringi oleh gendhing Banyumasan.

Para pemain ujungan ini wajib menggunakan pelindung kepala yang terbuat dari kain tebal dan berisi sabut kelapa dengan diberi hiasan dari ijuk. Tangan kiri pemain yang beradu pukul juga menggunakan pelindung yang sama, yang berfungsi sebagai tameng untuk menahan sabetan, dan tangan kanannya memegang sabetan yang terbuat dari rotan. Para pemain hanya diperbolehkan memukul lawan dibagian pinggang ke bawah, serta tidak diperbolehkan memukul perut, dada, dan kepala.


.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar