Kawasan Alun-alun
Yogyakarta kembali dipadati oleh ratusan bahkan ribuan orang yang ingin
menyaksikan acara Tradisi Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta 2014 kemarin (14/1)
yang telah rutin diadakan. Sebuah acara peringatan yang sarat dengan makna
spiritualitas dan budaya luhur.
Menurut
sejarahnya Grebeg Maulud yang sekarang dirayakan oleh Kasultanan Yogyakarta
Hadiningrat merupakan bentuk yang sama pada masa Kerajaan Islam Demak sebelum
Kerajaan Mataram Islam atau yang kita kenal sebagai Kasultanan Yogyakarta
sekarang. Grebeg Maulud ini dahulunya bernama Grebeg Besar (grebeg agung)
karena dilaksanakan secara meriah oleh para wali khususnya Sunan Kalijaga pada
masa Kerajaan Demak. Sebelum Kerajaan Demak mengadakan grebeg besar ini rupanya
ini adalah budaya yang terserap dari Kerajaan Majapahit, dimana pada masa
Brawijaya V dinamakan upacara Sradha yang meriah. Setelah Kerajaan Majapahit
runtuh dan digantikan masa Islam dimana Kerajaan Demak berdiri maka seluruh
pusaka mili Prabu Brawijawa V di boyong ke kerajaan tersebut, termasuk
diantaranya adalah seperangkat gamelan yang disebut Gamelan Kyai Sekar Delima.
Kemudia dari upacara Sradha di ganti dengan kata Grebeg diambil dari kata
gemuruh yang dalam bahasa jawa adalah anggerabeg.
Maka dari itu tradisi yang sampai saat ini dilestarikan oleh
Keraton Yogyakarta bernama Grebeg Maulud karena selain diadakan secara
besar-besar juga memperingati Mualid Nabi Muhammad SAW. Moment ini adalah
bentuk rasa kecintaan Raja dalam hal ini Sri Sultan HB X kepada rakyatnya dalam
bentuk memberikan sejumlah gunungan. Gunungan ini nantinya akan di bagikan di
beberapa titi di sejumalah tempat antara lain Alun-alun Utara, mesjid Agung
Gedhe Kauman, serta Bangsal Kepatihan (DPRD Yogyakarta).
Semua orang dari berbagai daerah berkumpul disekitar
alun-alun utara dan Keraton Yogyakarta, tujuan mereka hanya satu ialah
memperebutkan gunungan yang akan keluar hari ini, Selasa (14/1). Terlihat 6
gunungan yang terdiri dari hasil bumi serta gunungan yang berisi ketan kering
keluar dari Keraton Yogyakarta sekitar pukul 10.00 WIB. Nantinya setelah di
do’akan warga akan memperebutkan hasil bumi tersebut sebagai berkah dari Gusti Allah yang di wakilkan raja.
Memang antusiasme warga dari tahun ketahun tidak surut
meskipun telah dilaksakan puluhan kali. Warga yang datang hanya mempunyai satu
tujuan ialah ngalap berkah dari apa yang di dapatkan dari gunungan tersebut. Nyatanya
momen ini merupakan momen yang sangat di tunggu bukan hanya masyarakat
Yogyakarta namun dari luar DI. Yogyakarta. Inilah momen dimana budaya kerajaan
Mataram Islam yang sekarang bernama Keraton Yogyakarta melestarikan sedekah
dari raja (Sri Sultan) kepada rakyatnya.(Hanung)
Sumber :
www.teraswarta.com